Bahaya Menceritakan Maksiat: Ketika Allah Menutup, Kita yang Membuka!

 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Namun, salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah ketika Dia menutupi aib dan dosa yang dilakukan. Allah tidak membongkar kesalahan itu di hadapan manusia, agar seorang hamba punya kesempatan untuk menyesal dan bertaubat dengan tenang.

Sayangnya, ada sebagian orang yang justru menceritakan maksiat yang telah dilakukan. Mereka merasa bangga bisa terbuka, bahkan menjadikannya bahan cerita lucu di depan teman atau di media sosial. Padahal, tindakan itu termasuk dosa besar yang disebut mujaharah, yaitu menampakkan maksiat secara terang-terangan.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan dalam berbuat dosa. Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang berbuat dosa di malam hari, lalu di pagi hari ia berkata, ‘Wahai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu,’ padahal Rabb-nya telah menutupi dosanya di malam hari, lalu ia membuka tutupan Allah pada pagi harinya.” (HR. al-Bukhari no. 6069, Muslim no. 2990).

Hadits ini menjelaskan bahwa dosa menceritakan maksiat bukan hanya sekadar kesalahan pribadi, tapi juga bentuk penghinaan terhadap nikmat penutupan dari Allah. Orang seperti ini seolah menantang Allah dan mengajak orang lain untuk ikut berbuat dosa. Ia merusak rasa malu, padahal malu adalah bagian dari iman.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Malu itu cabang dari iman.” (HR. Muslim no. 36). Jika rasa malu hilang, seseorang akan mudah menyepelekan dosa dan bahkan bangga melakukannya. Padahal, malu kepada Allah adalah benteng yang menjaga seorang hamba dari kehinaan.

Ulama menjelaskan, orang yang menceritakan dosanya berarti telah merobek tirai yang Allah turunkan untuk menutup aibnya. Sebagian salaf berkata, “Aku tidak tahu nikmat mana yang lebih besar: amal shalih yang diberikan Allah kepadaku, atau dosa yang Dia tutupi dariku.” Ini menunjukkan betapa berharganya nikmat tertutupnya aib.

Menjaga rahasia dosa adalah tanda keimanan dan bentuk rasa syukur. Jangan menceritakan dosa kepada siapa pun, termasuk kepada pasangan, kecuali ada maslahat syar’i yang jelas. Jika ingin bertanya tentang hukum, cukup katakan “Bagaimana jika seseorang melakukan ini?”, tanpa perlu mengakui bahwa diri sendiri yang melakukannya.

Perbuatan mujaharah dapat menimbulkan kerusakan sosial. Ketika orang-orang mulai terbiasa mendengar cerita maksiat, mereka akan menganggap dosa sebagai hal biasa. Bahkan, bisa jadi mereka ikut meniru karena melihat tidak ada lagi rasa malu di masyarakat.

Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang suka agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (QS. an-Nur: 19). Ayat ini menjadi peringatan keras agar kita tidak menyebarkan keburukan, baik dengan lisan maupun lewat media.

Namun, bagi siapa pun yang telah terlanjur berdosa, jangan berputus asa. Pintu tobat selalu terbuka bagi yang menyesal dan kembali kepada Allah. Dia berfirman: “Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar: 53).

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim no. 2590). Maka sebagaimana kita ingin aib kita ditutup, demikian pula hendaknya kita menutup aib orang lain.

Betapa indahnya bila seseorang menjaga rahasianya dengan penuh penyesalan, lalu memperbanyak istighfar. Ia tidak sibuk menceritakan masa lalunya, melainkan sibuk memperbaiki masa depannya dengan amal shalih dan doa.

Jika Allah menutup aib seseorang di dunia, semoga Dia juga menutupnya di akhirat. Sebaliknya, siapa yang suka membuka aibnya sendiri, maka dikhawatirkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia pada hari kiamat.

Maka, renungkanlah: ketika Allah menutupi dosa kita, itu bukan berarti Dia ridha, melainkan memberi kesempatan agar kita kembali. Jangan rusak kesempatan itu dengan kebanggaan palsu. Tutup rapat dosa yang telah berlalu, dan mohon ampun dengan penuh kerendahan hati.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang malu berbuat dosa, menjaga kehormatan diri, dan selalu bertaubat atas kesalahan yang telah lalu.
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART