Menjaga Hati dengan Dzikir dan Doa
![]() |
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Segala puji bagi ﷲ yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.
Ilmu yang bermanfaat bukanlah sekadar banyak hafalan atau luas pengetahuan, tetapi ilmu yang benar-benar meresap dalam hati dan melahirkan amal. Sebagaimana ucapan para ulama, “Sedikit ilmu yang mendalam lebih baik daripada banyak ilmu yang tidak berbekas.” Itulah sebabnya majelis ilmu yang mengingatkan kepada ﷲ lebih berharga daripada harta dunia yang melimpah.
ﷲ berfirman dalam Al-Qur’an: “Katakanlah, dengan karunia ﷲ dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58). Ayat ini menegaskan bahwa nikmat iman, Al-Qur’an, dan hidayah jauh lebih bernilai dibandingkan segala perhiasan dunia.
Dalam kehidupan, manusia tak pernah lepas dari dosa dan kesalahan. Namun, orang yang bertakwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah, melainkan mereka yang segera ingat kepada ﷲ setelah terjatuh, lalu beristighfar memohon ampunan-Nya. Allah berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada ﷲ, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari ﷲ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).
Dari ayat ini kita belajar bahwa kunci dari istighfar adalah mengingat ﷲ. Saat hati hadir dalam mengingat-Nya, dosa yang kita lakukan akan terasa berat, lalu lahirlah penyesalan dan tekad untuk kembali. Ingatan kepada ﷲ membuat seorang hamba sadar bahwa ampunan-Nya selalu terbuka, meskipun dosanya sebanyak buih di lautan.
Nabi ﷺ bersabda dalam hadits riwayat Muslim no. 2749: “Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang banyak berbuat salah adalah yang banyak bertaubat.” Hadits ini menunjukkan bahwa istighfar bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kesadaran iman.
Sering kali setan membisikkan keputusasaan, “Engkau sudah terlalu banyak berdosa, tidak mungkin ﷲ mengampunimu.” Padahal, bisikan itu adalah tipu daya. Sebab, dalam hadits Qudsi riwayat at-Tirmidzi no. 3540, ﷲ berfirman: “Wahai hamba-Ku, selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku akan mengampuni dosa-dosamu, dan Aku tidak peduli (seberapa banyak dosamu).”
Karena itu, jangan pernah menunda istighfar. Setiap kali terjatuh dalam dosa, segera kembali. Jangan menunggu waktu khusus. Ingatlah bahwa pintu taubat terbuka luas sampai ruh mencapai kerongkongan atau matahari terbit dari barat.
Manusia bisa tergelincir berulang kali. Namun, selama ia terus kembali beristighfar, hal itu menjadi tanda bahwa hatinya masih hidup. Imam Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah kalian, di meja makan kalian, di jalan-jalan kalian, dan di majelis kalian, karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan.”
Dzikir dan istighfar bukan hanya untuk menghapus dosa, tapi juga untuk menenangkan hati. ﷲ berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat ﷲ hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Maka, semakin sering kita mengingat ﷲ, semakin ringan hati ini dalam menjalani hidup.
Rasulullah ﷺ sendiri yang ma’shum dan terjaga dari dosa masih beristighfar lebih dari 70 kali dalam sehari, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari no. 6307. Bagaimana dengan kita yang penuh dosa? Bukankah lebih pantas untuk memperbanyak istighfar setiap hari?
Orang yang terbiasa berdzikir dan beristighfar akan merasakan manisnya iman. Nabi ﷺ bersabda dalam hadits riwayat al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43: “Tiga hal, barangsiapa ada pada dirinya maka ia akan merasakan manisnya iman: menjadikan ﷲ dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang tidak lain kecuali karena ﷲ, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.”
Inilah manisnya iman yang menjadi buah dari taubat, istighfar, dan dzikir. Seorang hamba yang dekat dengan ﷲ akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan dunia.
Maka marilah kita perbanyak istighfar dalam setiap keadaan, baik ketika sendirian maupun bersama orang lain, di waktu pagi maupun petang. Jadikan lisan kita basah dengan kalimat istighfar dan dzikir.
Semoga ﷲ menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa kembali, dan mengakhiri hidup kita dengan husnul khatimah. Aamiin.
Posting Komentar