Makna Cinta Hakiki: Taat, Ridha, dan Istiqamah di Jalan ﷲ

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Segala puji hanya milik ﷲ yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan ilmu. Tiga hal ini adalah karunia terbesar yang harus kita syukuri. Dengan iman, hati menjadi tenang. Dengan Islam, hidup menjadi terarah. Dengan ilmu, kita tahu bagaimana beribadah dan menjalani hidup sesuai petunjuk ﷲ.

Ilmu lebih berharga daripada harta. Harta bisa habis dan bahkan bisa merusak jika tidak digunakan dengan baik, sementara ilmu menjaga pemiliknya agar tidak terjatuh ke dalam kesalahan. Karena itu, menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat besar pahalanya.

Dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ menasihati Ibnu ‘Abbās: “Jagalah ﷲ, niscaya ﷲ akan menjagamu. Jagalah ﷲ, niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu.” (HR. Tirmidzi no. 2516). Artinya, jika kita taat kepada ﷲ dengan menjaga perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka ﷲ akan melindungi kita dalam setiap urusan hidup.

Setiap hari, kita membaca doa yang sangat agung dalam surah Al-Fātiḥah ayat 5: “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Ayat ini mengingatkan kita bahwa ibadah dan pertolongan hanya pantas ditujukan kepada ﷲ semata.

Kebahagiaan sejati ada dalam kalimat tauhid, yaitu lā ilāha illā ﷲ dan persaksian bahwa Nabi Muḥammad ﷺ adalah utusan-Nya. Kalimat ini bukan sekadar ucapan, tapi harus diikuti dengan amal perbuatan. Kita harus benar-benar menyembah ﷲ dan meneladani Nabi ﷺ dalam ibadah sehari-hari.

Kisah perang Khaybar menjadi contoh nyata bagaimana cinta kepada ﷲ dan Rasul ﷺ membawa kemuliaan. Nabi ﷺ bersabda: “Besok aku akan memberikan bendera ini kepada seseorang yang mencintai ﷲ dan Rasul-Nya, dan ﷲ serta Rasul-Nya mencintainya. Melalui tangannya, ﷲ akan memberikan kemenangan.” (HR. Bukhari no. 4210, Muslim no. 2407).

Para sahabat pun menanti dengan penuh harap, karena itu adalah pujian yang sangat besar. Umar bin Khaththāb mengaku belum pernah berharap jadi pemimpin kecuali pada hari itu. Namun ﷲ memilih yang terbaik. Nabi ﷺ memanggil ʿAli bin Abi Ṭālib dan memberikan bendera kepadanya.

Nabi ﷺ berkata kepada ʿAli: “Berjalanlah dan jangan menoleh ke belakang sampai ﷲ memberikan kemenangan kepadamu.” (HR. Muslim no. 2407). Perintah ini sederhana, tapi mengandung makna yang dalam: taat tanpa ragu, istiqamah tanpa menoleh ke masa lalu, dan yakin bahwa kemenangan hanya datang dari ﷲ.

ʿAli pun melaksanakan perintah itu dengan sepenuh hati. Ia maju tanpa menoleh ke belakang, dan benar, ﷲ memberikan kemenangan melalui tangannya. Dari sinilah kita belajar bahwa cinta kepada ﷲ harus dibuktikan dengan ketaatan, bukan hanya dengan ucapan.

Cinta sejati tidak diukur dari harta, jabatan, atau rupa. Yang membuat ʿAli dimuliakan adalah cintanya yang tulus kepada ﷲ dan Rasul ﷺ. Inilah pelajaran bagi kita, bahwa kemuliaan seorang hamba ditentukan oleh iman dan amal saleh, bukan oleh dunia.

Kisah ini juga mengajarkan keridhaan hati. Umar bin Khaththāb tidak iri ketika yang dipilih adalah ʿAli. Ia menerima keputusan Nabi ﷺ dengan lapang dada. Itulah buah dari iman yang kuat, yaitu menerima ketentuan ﷲ dengan penuh kerelaan.

Jika seseorang mencintai selain ﷲ lebih daripada cintanya kepada ﷲ, maka hatinya akan menderita. Ibnul Qayyim berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih merusak hati selain mencintai selain ﷲ. Karena hati diciptakan untuk mencintai ﷲ semata.” (Madarijus Salikin, 1/452).

Dalam surah Al-Baqarah ayat 165, ﷲ berfirman: “Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada ﷲ.” Ayat ini menegaskan bahwa cinta seorang mukmin kepada ﷲ harus lebih besar daripada cinta kepada makhluk.

Cinta kepada ﷲ menjadikan seorang hamba kuat menghadapi ujian hidup. Ia akan tetap taat meski berat, tetap berdoa meski belum dikabulkan, dan tetap istiqamah meski banyak godaan. Seperti ʿAli yang terus berjalan tanpa menoleh, kita pun harus terus melangkah di jalan iman hingga akhir hayat.

Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang hamba merasakan manisnya iman hingga ﷲ dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya.” (HR. Bukhari no. 16, Muslim no. 43). Semoga ﷲ menjadikan kita hamba-hamba yang tulus mencintai-Nya, mencintai Rasul ﷺ, dan istiqamah hingga dipanggil dalam keadaan husnul khātimah.

 

Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART