Wakaf: Investasi Pahala yang Tak Pernah Rugi
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Setiap manusia memiliki batas umur. Namun, tidak semua amal berakhir ketika ruh meninggalkan jasad. Dalam Islam, ada amal yang terus mengalir pahalanya meski seseorang telah wafat. Amal inilah yang dikenal dengan sedekah jariyah atau wakaf.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631). Hadis ini menjadi dasar bahwa wakaf adalah salah satu amal yang paling menguntungkan, karena pahalanya tidak berhenti di dunia, tetapi terus berlanjut meski pemiliknya telah tiada. Inilah yang disebut sebagai investasi abadi menuju akhirat.
Bayangkan seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk masjid. Setiap rakaat yang dilaksanakan oleh jamaah di sana akan kembali menjadi pahala bagi si pewakaf. Demikian pula orang yang mewakafkan mushaf, setiap ayat yang dibaca oleh kaum muslimin akan menjadi aliran pahala baginya.
Wakaf berbeda dengan sedekah biasa. Jika sedekah biasa cepat habis manfaatnya, maka wakaf dirancang untuk bertahan lama. Ia bisa berupa sarana ibadah, pendidikan, bahkan fasilitas umum seperti sumur atau pohon yang buahnya dinikmati masyarakat.
Al-Qur’an menegaskan keutamaan beramal dengan ikhlas dalam firman-Nya: “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 261). Ayat ini menggambarkan bahwa kebaikan yang terus bermanfaat akan dilipatgandakan pahalanya. Wakaf adalah wujud nyata dari ayat tersebut, karena manfaatnya menyebar luas, bahkan setelah pewakaf meninggal dunia.
Selain wakaf dalam bentuk harta, Islam juga menganjurkan wakaf berupa ilmu. Seorang guru yang mengajarkan Al-Qur’an, seorang penuntut ilmu yang menulis buku bermanfaat, semuanya termasuk dalam kategori amal jariyah. Ulama besar, Imam As-Syafi’i, sampai hari ini masih mendapatkan pahala dari ribuan orang yang belajar fikih dari kitab beliau. Begitu pula Imam Bukhari dengan karya hadisnya. Inilah bukti bahwa ilmu yang bermanfaat adalah warisan paling berharga.
Contoh sederhana di zaman sekarang adalah membangun sumur atau saluran air. Setiap orang yang minum dari air tersebut akan mengalirkan pahala kepada yang mewakafkan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik sedekah adalah memberi air.” (HR. Abu Dawud no. 1679).
Tak hanya air, menanam pohon juga termasuk amal jariyah. Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon atau tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, kecuali menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari no. 2320, Muslim no. 1552). Karena itu, menanam pohon produktif seperti kelapa, kurma, atau mangga bisa menjadi ladang pahala. Meski kita tidak lagi hidup, selama ada yang menikmati buahnya, pahala akan terus mengalir.
Di samping itu, membangun masjid adalah bentuk wakaf yang paling mulia. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Bukhari no. 450, Muslim no. 533). Betapa indah jika setiap lantunan doa, setiap sujud, dan setiap tilawah Al-Qur’an dalam masjid yang kita bangun menjadi sebab pahala yang tak pernah terputus.
Wakaf juga bisa diwujudkan dalam mushaf. Memberikan Al-Qur’an kepada para penuntut ilmu atau santri adalah amal yang terus memberi manfaat. Selama mushaf itu dibaca, maka huruf demi huruf yang dilafadzkan akan menjadi timbangan amal kebaikan.
Tak kalah penting, memiliki anak yang saleh adalah bentuk “wakaf hidup”. Anak yang rajin berdoa, beramal, dan beribadah akan mengirimkan pahala kepada orang tuanya. Doa mereka menjadi pengikat cinta dunia dan akhirat. Namun amal ini tidak datang begitu saja. Orang tua harus bersungguh-sungguh mendidik anak dengan iman dan ilmu agar kelak mereka menjadi generasi yang saleh dan mendoakan.
Wakaf sejatinya adalah cara cerdas seorang muslim menyiapkan kehidupan setelah mati. Sebab, kehidupan dunia hanya sebentar, sedangkan akhirat kekal abadi. Amal jariyah akan menjadi bekal ketika semua pintu amal sudah tertutup.
Maka jangan menunda untuk berwakaf. Walaupun sedikit, jika diniatkan ikhlas karena Allah, ia akan berbuah pahala tanpa henti. Sesungguhnya setiap muslim bisa menjadi pewakaf sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang cerdas dalam menanam kebaikan, sehingga pahala terus mengalir meskipun jasad telah terkubur dalam tanah.
Posting Komentar