Menyembuhkan Penyakit Hati dengan Ilmu dan Keikhlasan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
 

Hati manusia adalah pusat kehidupan rohani yang menentukan baik buruknya seluruh amal. Nabi ﷺ bersabda, “Ketahuilah, di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, itulah hati” (HR. Bukhari no. 52, Muslim no. 1599). Oleh sebab itu, hati menjadi bagian terpenting yang harus dijaga dari segala bentuk penyakit batin.

Penyakit hati berbeda dengan penyakit jasmani. Penyakit jasmani dapat dilihat dan diobati dengan medis, sedangkan penyakit hati bersifat spiritual dan sering tersembunyi. Ia dapat berupa rasa sombong, dengki, riya’, ujub, dan sifat buruk lainnya. Penyakit ini dapat menodai keikhlasan dan menghancurkan amal yang seharusnya diterima oleh الله.

Penyakit hati terbagi menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah syubhat, yaitu keraguan yang lahir dari kebodohan atau pemahaman agama yang keliru. Kedua adalah syahwat, yaitu hawa nafsu duniawi yang menjerumuskan seseorang dalam perilaku tercela.

Penyakit berbasis syubhat muncul ketika seseorang ragu terhadap kebenaran wahyu. Misalnya menolak hadits shahih karena pengaruh pemikiran liberal atau mengikuti tafsir yang menyimpang dari pemahaman para ulama. Bahkan ada yang terjerumus ke dalam kekufuran dengan menolak ayat-ayat Al-Qur’an. الله telah mengingatkan, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-Nur: 63).

Bentuk lain dari syubhat adalah was-was, yaitu keraguan berlebihan dalam ibadah. Contohnya, seseorang selalu merasa wudhunya batal dan terus mengulanginya. Padahal Nabi ﷺ telah memberikan batasan untuk menghindari was-was dengan berpegang pada keyakinan sampai ada bukti yang jelas (HR. Muslim no. 362).

Adapun penyakit berbasis syahwat sering muncul karena kecintaan berlebihan terhadap dunia. Salah satunya adalah hasad, yaitu tidak senang melihat orang lain mendapat nikmat dari الله. Padahal Nabi ﷺ melarang iri kecuali pada dua hal: orang yang diberi harta lalu menginfakkannya di jalan الله, dan orang yang diberi ilmu lalu mengajarkannya (HR. Bukhari no. 73, Muslim no. 816).

Penyakit syahwat lainnya adalah riya’, yakni beramal demi dilihat manusia. الله berfirman, “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya’” (QS. Al-Ma’un: 4-6). Riya’ membuat amal tidak diterima meskipun tampak besar di mata manusia.

Ada pula ujub, yaitu bangga diri berlebihan seolah semua keberhasilan berasal dari kemampuan pribadi. Padahal, segala keberhasilan hanyalah karunia dari الله. Nabi ﷺ bersabda bahwa tiga perkara membinasakan, salah satunya adalah kekaguman seseorang terhadap dirinya sendiri (HR. Al-Baihaqi, shahih).

Saat ini terdapat fenomena narsisme dalam dakwah. Sebagian orang menjadikan dakwah seperti ajang selebritas, lebih mementingkan penampilan dan popularitas daripada substansi. Padahal Nabi ﷺ dan Salafus Shalih berdakwah dengan ketulusan, tanpa mengejar ketenaran.

Bahaya lain yang perlu diwaspadai adalah materialisme dalam dakwah. Ada penceramah yang mematok tarif tinggi untuk mengisi ceramah, sehingga dakwah seakan menjadi komoditas. Nabi Nuh dan Nabi Hud ‘alaihimassalam menegaskan kepada kaumnya bahwa mereka tidak meminta upah sedikit pun dalam menyampaikan risalah (QS. Hud: 29).

Obat bagi penyakit hati yang bersumber dari syubhat adalah ilmu yang benar. Menuntut ilmu syar’i dari sumber yang terpercaya akan memperkuat iman dan menghilangkan keraguan. الله berfirman, “Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah” (QS. Muhammad: 19).

Sedangkan obat bagi penyakit hati yang bersumber dari syahwat adalah keikhlasan. Memurnikan niat, menghindari pencarian validasi manusia, dan fokus beramal untuk الله adalah kunci selamat dari riya’ dan ujub. Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari no. 1, Muslim no. 1907).

Lingkungan yang baik juga menjadi benteng penting bagi hati. Menjauhi majelis yang menyebarkan keraguan atau mendorong kemaksiatan akan menjaga iman tetap kuat. Sebaliknya, berkumpul dengan orang-orang shalih membantu membersihkan hati dari penyakit batin.

Introspeksi diri adalah langkah yang tidak boleh ditinggalkan. Menghitung dosa-dosa, mengakui kelemahan di hadapan الله, dan berdoa agar diberikan hati yang bersih adalah bagian dari proses penyembuhan. Nabi ﷺ sering berdoa, “Ya Allah, berikanlah aku hati yang bersih dari kemunafikan” (HR. Ahmad no. 22235, shahih).

Meneladani kesederhanaan dan ketulusan Salafus Shalih akan membuat hati lebih fokus kepada akhirat. Mereka beramal secara tersembunyi, menghindari pujian, dan hanya mengharap ridha الله.

Kesimpulannya, penyakit hati berakar dari dua sumber: kebodohan yang melahirkan syubhat dan nafsu dunia yang menumbuhkan syahwat. Kedua penyakit ini dapat menghancurkan amal dan menjerumuskan manusia pada kebinasaan. Oleh karena itu, mengobatinya dengan ilmu yang benar, keikhlasan, dan pembersihan hati secara berkelanjutan adalah keharusan bagi setiap Muslim. Wallahualam bissawab

Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART