Kunci Keberkahan Hidup dalam Mencari Nafkah
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Segala puji bagi ﷲ yang telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan utama dalam segala aspek kehidupan. Setiap manusia menginginkan kehidupan yang berkah, namun seringkali kita hanya memahaminya sebatas pada banyaknya harta atau kemewahan. Padahal, keberkahan adalah kebaikan dari ﷲ yang menetap, membawa manfaat, dan menjadi bekal hingga akhirat.
Ulama besar Ar-Raghib Al-Asfahani mendefinisikan barokah sebagai “tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu.” Makhluk bisa menjadi mubarak (diberkahi), tetapi keberkahan itu sendiri datang dari ﷲ semata. Itulah sebabnya kita memuji Allah dengan kalimat Tabarakallahu.
Al-Qur'an menyebutkan bahwa ada tempat, waktu, dan manusia yang diberkahi. Makkah disebut Baitullah yang penuh berkah (QS. Ali Imran: 96). Baitul Maqdis juga diberkahi (QS. Al-Isra: 1). Waktu seperti Lailatul Qadar disebut malam penuh berkah (QS. Ad-Dukhan: 3). Bahkan hujan yang turun dari langit membawa keberkahan bagi bumi (QS. Qaf: 9).
Nabi ﷺ juga mendoakan keberkahan pada waktu pagi. Beliau bersabda:
"Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi." (HR. Tirmidzi, no. 1212).
Waktu pagi adalah momen terbaik untuk memulai aktivitas, bekerja, dan berusaha mencari nafkah yang halal.
Namun, keberkahan dalam muamalah hanya akan diperoleh jika kita mengikuti aturan ﷲ. Nabi ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik penghasilan adalah dari hasil kerja tangan sendiri dan jual beli yang jujur." (HR. Ahmad, no. 17391).
Orang yang menghindari tipu daya, riba, dan penipuan akan mendapatkan rezeki yang membawa ketenangan.
Sayangnya, banyak orang berdagang atau bekerja tanpa memahami hukum muamalah. Umar bin Khattab ra. pernah berkata:
"Tidak boleh berdagang di pasar kami kecuali orang yang memahami fiqih muamalah." (Al-Muwaththa’, no. 982).
Ucapan ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu sebelum berbisnis, agar tidak terjerumus ke dalam yang haram.
Nabi ﷺ sudah mengingatkan bahwa akan datang suatu masa ketika manusia tidak peduli dari mana harta diperoleh, apakah halal atau haram (HR. Bukhari, no. 2083). Fenomena ini sudah nyata terlihat sekarang, di mana sebagian orang menganggap semua cara mencari uang itu sah asal menghasilkan.
Salah satu penyebabnya adalah lemahnya kesadaran akhirat. Padahal, setiap harta akan dimintai pertanggungjawaban. Nabi ﷺ bersabda:
"Kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya... tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan." (HR. Tirmidzi, no. 2417).
Kesadaran akhirat membuat seseorang berhati-hati, meskipun tidak ada yang melihatnya di dunia. Sebaliknya, orang yang menganggap remeh dosa harta haram akan berani melanggarnya, lalu merasa tenang dengan amal-amal lain yang ia kerjakan.
Padahal, Nabi ﷺ bersabda:
"Daging yang tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih layak baginya." (HR. Tirmidzi, no. 614).
Ini peringatan keras bahwa harta haram tidak akan menjadi berkah, bahkan bisa menjadi sebab azab.
Doa orang yang makan, minum, dan berpakaian dari harta haram pun tidak akan diijabah (HR. Muslim, no. 1015). Bahkan sedekah dari harta haram tidak diterima, karena ﷲ itu suci dan hanya menerima yang suci.
Kalau harta haram sudah terlanjur di tangan, solusinya bukan dengan bersedekah atau membayar zakat, melainkan mengembalikannya kepada pemilik atau menyalurkannya untuk kemaslahatan umum jika pemiliknya tidak diketahui.
Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata: "Yang halal akan dihisab, yang haram akan diazab." (Hilyatul Awliya’, 1/79). Artinya, meskipun harta halal tidak berdosa, kita tetap akan dimintai pertanggungjawaban penggunaannya.
Dalam pembagian warisan pun, mengambil hak yang bukan milik meski disahkan oleh pengadilan tetap termasuk dosa. Seorang muslim sejati berkata "Sami’na wa atha’na" — kami mendengar dan taat — terhadap hukum ﷲ.
Untuk mendapatkan keberkahan dalam mencari nafkah, ada tiga langkah penting: Pertama, belajar hukum halal dan haram dalam muamalah. Kedua, menumbuhkan kesadaran bahwa setiap harta akan dihisab di akhirat. Ketiga, menerapkan ilmu itu dalam praktik kerja dan bisnis sehari-hari.
Harta yang halal dan berkah akan menenangkan hati, membawa kebaikan bagi keluarga, dan menjadi pemberat timbangan amal di akhirat. Sebaliknya, harta haram hanya akan menjadi beban dan penyesalan.
Semoga ﷲ menjadikan kita termasuk orang-orang yang mencari rezeki dengan cara yang halal, penuh keberkahan, dan mendapat rida-Nya. Aamiin.
Posting Komentar