Adab dan Kehangatan Nabi ﷺ di Tengah Kaum Muslimin
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Di antara kemuliaan akhlak Rasulullah ﷺ yang patut kita teladani adalah sikap beliau dalam bermajelis. Dalam riwayat yang disampaikan oleh ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau menggambarkan Rasulullah ﷺ sebagai pribadi yang senantiasa tersenyum, penuh kelembutan, dan tidak membuat suasana menjadi tegang. Beliau selalu memudahkan, tidak memberatkan, meskipun mengalami berbagai perasaan manusiawi seperti sedih, gembira, dan marah. Namun, di hadapan manusia, beliau tetap menampilkan wajah yang ceria.
Rasulullah ﷺ dikenal sebagai sosok yang santun dalam ucapan. Beliau tidak pernah berbicara kasar, tidak keras dalam nada bicara, dan tidak pernah bersikap sinis kepada siapa pun. Ucapannya penuh kebaikan dan tidak pernah merendahkan orang lain. Sikap ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Ali ‘Imran ayat 159: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu."
Beliau tidak berlebihan dalam memuji, kecuali dalam keadaan yang pantas. Jika ada sesuatu yang tidak penting atau tidak bermanfaat, beliau memilih untuk mengabaikannya. Inilah bagian dari hikmah beliau dalam menjaga lisan, sebagaimana sabda beliau ﷺ dalam hadis riwayat Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."
Apabila ada orang yang meminta pertolongan, beliau akan membantu jika mampu. Namun jika tidak mampu, beliau akan menyampaikan dengan cara yang lembut sehingga orang tersebut tidak merasa kecewa. Hal ini menggambarkan betapa beliau menjaga hati orang lain, meskipun dalam keterbatasan.
Rasulullah ﷺ menjauhi tiga hal dalam diri beliau: perdebatan yang tidak perlu, banyak bicara tanpa manfaat, dan ikut campur dalam urusan yang tidak penting baginya. Tiga perkara ini menjadi pelajaran besar bagi kita agar menjaga waktu dan lisan dari hal-hal yang sia-sia.
Dalam interaksi dengan orang lain, beliau juga menghindari tiga perkara: tidak pernah menjelekkan seseorang, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, dan tidak berbicara hal yang tidak bermanfaat. Setiap kata yang keluar dari lisannya mengandung nilai dan tujuan yang jelas.
Beliau ﷺ selalu mengajarkan untuk berbicara yang mengandung pahala, dan jika tidak, lebih baik diam. Sabda beliau ﷺ dalam hadis riwayat Tirmidzi no. 2317: "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor." Prinsip ini membuat majelis beliau penuh keberkahan.
Suasana majelis Rasulullah ﷺ sangat tertib. Ketika beliau berbicara, para sahabat mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka tidak saling memotong pembicaraan, dan setiap orang menunggu gilirannya berbicara. Sikap ini mencerminkan adab yang tinggi dalam majelis ilmu.
Rasulullah ﷺ juga mampu menyentuh hati para sahabat dengan perasaan yang tepat. Beliau tertawa saat memang pantas tertawa, menunjukkan rasa heran jika ada hal yang mengejutkan, dan bersabar menghadapi orang luar yang kadang belum memahami adab. Beliau mengajarkan agar membantu orang yang membutuhkan dan tidak berlebihan dalam memuji manusia.
Para sahabat juga mengenang kemuliaan fisik beliau yang seimbang dan indah. Mulut beliau tidak terlalu besar, matanya lebar dengan ketenangan, tumitnya sedikit berdaging, wajahnya bercahaya seperti bulan purnama, rambutnya bergelombang, kulitnya cerah, dan giginya rapi serta sedikit renggang sehingga terlihat indah saat berbicara. Keindahan ini bukan hanya pada fisik, tetapi juga pada akhlak yang memancar dari dalam diri.
Sifat-sifat ini menjadi bukti nyata firman Allah dalam Surah Al-Qalam ayat 4: "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." Ayat ini adalah penegasan langsung dari Rabb semesta alam tentang keutamaan akhlak Nabi ﷺ.
Majelis Nabi ﷺ selalu menjadi tempat belajar yang nyaman, bebas dari celaan, dan penuh nasihat. Setiap yang hadir pulang dengan hati lapang, bukan dengan rasa rendah diri. Inilah tanda dari kepemimpinan yang penuh rahmat.
Beliau tidak membiarkan lisan digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Prinsip ini bukan hanya beliau ajarkan, tetapi beliau praktekkan dalam setiap interaksi. Karena itu, setiap kata yang diucapkan mengandung hikmah dan bimbingan.
Kelembutan beliau dalam majelis juga menjadi contoh bahwa dakwah tidak harus dengan kekerasan. Beliau menanamkan bahwa kelembutan dapat meluluhkan hati yang keras dan mendekatkan yang jauh.
Para sahabat mencintai majelis beliau karena di dalamnya ada keseimbangan antara ilmu, nasihat, canda yang baik, dan suasana hangat. Tidak ada yang merasa tersisih atau direndahkan. Inilah seni bermajelis yang beliau ajarkan.
Sikap ini bukan hanya untuk pemimpin umat, tetapi untuk setiap Muslim. Setiap kita dapat meneladani cara Rasulullah ﷺ memperlakukan orang lain, baik dalam keluarga, pertemanan, maupun dalam lingkungan masyarakat.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis riwayat Muslim no. 2626: "Sesungguhnya orang yang paling dicintai olehku di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya." Maka, memperbaiki akhlak adalah jalan untuk meraih cinta beliau.
Akhirnya, keteladanan Rasulullah ﷺ dalam majelis adalah bukti nyata bahwa dakwah terbaik adalah dengan akhlak. Beliau mengajarkan bahwa lisan adalah amanah, hati harus dijaga, dan setiap interaksi adalah kesempatan untuk menebar kebaikan.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu meneladani akhlak mulia Rasulullah ﷺ, menjaga lisan, memuliakan majelis, dan mengisinya dengan ilmu yang bermanfaat serta doa yang baik.
Posting Komentar