Pengaruh Teman terhadap Agama dan Akhlak Kita
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Pertemanan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, terutama dalam hal agama dan akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda, "Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap orang melihat siapa yang dia jadikan teman." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan bahwa teman bisa membawa pengaruh positif atau negatif terhadap keyakinan dan perilaku kita.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya." (QS. Al-Kahfi: 28). Ayat ini menegaskan pentingnya bergaul dengan orang-orang shaleh yang senantiasa mengingat Allah ﷻ. Mereka akan membawa kita kepada kebaikan dan ketakwaan.
Sebaliknya, berteman dengan orang yang buruk akhlaknya dapat merusak iman. Rasulullah ﷺ memberikan perumpamaan, "Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi." (HR. Bukhari dan Muslim). Penjual minyak wangi akan membuat kita wangi atau minimal mencium harumnya, sedangkan pandai besi bisa membuat pakaian kita terbakar atau setidaknya kita mencium bau asapnya.
Pepatah Arab mengatakan, "Teman itu menarik." Artinya, secara tidak sadar, kita akan mengikuti kebiasaan teman dekat kita. Jika dia baik, kita cenderung terbawa baik. Jika dia buruk, kita pun rentan terpengaruh keburukannya. Oleh karena itu, memilih teman bukan sekadar urusan dunia, tetapi juga urusan akhirat.
Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur'an tentang penyesalan orang-orang zalim di akhirat, "Dan (ingatlah) hari ketika orang yang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, ‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul.’" (QS. Al-Furqan: 27). Ini menunjukkan betapa menyesalnya mereka karena salah memilih jalan hidup dan pergaulan.
Kisah Abu Thalib, paman Rasulullah ﷺ, menjadi pelajaran berharga. Di detik-detik terakhir hidupnya, dia tidak mengucapkan kalimat syahadat karena pengaruh buruk Abu Jahal dan kawan-kawannya. Padahal, Rasulullah ﷺ sendiri yang membimbingnya. Ini membuktikan bahwa lingkungan buruk bisa menghalangi seseorang dari hidayah.
Rasulullah ﷺ juga mengajarkan pentingnya memilih lingkungan tempat tinggal. Pepatah Arab mengatakan, "Tetangga sebelum rumah." Artinya, memilih tetangga yang baik lebih utama daripada memilih rumah mewah. Kisah Abu Daf Al-Baghdadi dan tetangganya menunjukkan betapa berharganya hidup di lingkungan orang shaleh.
Allah ﷻ berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah: 119). Ini adalah perintah langsung agar kita selektif dalam bergaul. Orang-orang yang benar akan mengingatkan kita saat lalai dan menguatkan kita dalam ketaatan.
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda, "Jangan berteman kecuali dengan orang beriman, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa pertemanan dalam Islam harus didasari oleh nilai-nilai keimanan.
Pertemanan yang baik juga akan membawa keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda, "Seseorang yang duduk bersama orang shaleh, bagaikan duduk di taman surga." (HR. Ahmad). Ini menggambarkan betapa damainya hidup dikelilingi orang-orang yang mengingatkan kita pada Allah ﷻ.
Sebaliknya, bergaul dengan orang fasik bisa merusak hati. Allah ﷻ berfirman, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, nanti kamu akan disentuh api neraka." (QS. Hud: 113). Ini adalah peringatan keras agar kita tidak terlena dengan pergaulan yang salah.
Kisah Nabi Yusuf عليه السلام juga mengajarkan pentingnya menjauhi lingkungan buruk. Saat dia digoda oleh istri Al-Aziz, dia memilih lari demi menjaga imannya. Ini menunjukkan bahwa menghindari lingkungan maksiat adalah bentuk ketaatan.
Rasulullah ﷺ mengingatkan, "Seseorang diukur berdasarkan agama temannya, maka perhatikanlah siapa yang kalian jadikan teman." (HR. Abu Daud). Ini adalah nasihat agar kita selalu evaluasi dengan siapa kita menghabiskan waktu.
Allah ﷻ berfirman, "Teman-teman pada hari itu (kiamat) saling bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf: 67). Ini mengisyaratkan bahwa hanya pertemanan yang dilandasi ketakwaan yang akan abadi.
Oleh karena itu, seorang muslim harus cerdas memilih teman. Rasulullah ﷺ bersabda, "Agama seseorang tergantung pada agama teman dekatnya." (HR. Tirmidzi). Ini adalah prinsip dasar dalam pergaulan Islami.
Memiliki teman shaleh adalah nikmat besar. Mereka akan mengingatkan kita saat lupa, menasehati saat salah, dan mendukung dalam ketaatan. Rasulullah ﷺ bersabda, "Seorang teman yang baik lebih baik daripada kesendirian, dan kesendirian lebih baik daripada teman yang buruk." (HR. Al-Baihaqi).
Allah ﷻ juga mengingatkan, "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami." (QS. Al-Kahfi: 28). Ini adalah perintah untuk tidak terpengaruh oleh orang yang jauh dari agama.
Kisah Ashabul Kahfi menjadi contoh ideal pertemanan yang baik. Mereka saling menguatkan dalam iman dan bersama-sama mencari perlindungan Allah ﷻ dari kezaliman penguasa. Ini menunjukkan kekuatan persahabatan yang dibangun di atas ketakwaan.
Oleh karena itu, mari kita evaluasi diri: sudahkah kita memilih teman yang baik? Sudahkah kita menjadi teman yang baik bagi orang lain? Rasulullah ﷺ bersabda, "Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah yang terbaik terhadap temannya." (HR. Tirmidzi).
Semoga Allah ﷻ memberikan kita teman-teman yang membawa kebaikan dan menjauhkan kita dari pergaulan yang merusak iman. Aamiin.
Referensi:
Al-Qur'an
Hadis Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Bukhari, Muslim, dan Ahmad
Kisah Sirah Nabawiyah dan Kisah Para Sahabat
Posting Komentar