Mengutamakan Perbuatan Syar'i dan Menjauhi Larangan dalam Islam

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Dalam ajaran Islam, keseimbangan antara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan merupakan pondasi utama dalam beragama. Rasulullah ﷺ bersabda: "Islam dibangun atas lima perkara..." (HR. Bukhari dan Muslim), yang menunjukkan bahwa ketaatan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar penghindaran dari larangan. Prinsip ini menjadi pembeda antara muslim yang pasif dengan yang aktif dalam menjalankan agamanya.

Para ulama menjelaskan bahwa perhatian syariat terhadap perintah lebih besar daripada larangan. Hal ini tercermin dalam kaidah fikih: "Al-amru bi al-ma'ruf a'dham min an-nahyi 'an al-munkar" (memerintahkan kebaikan lebih utama daripada melarang kemungkaran). ﷲ berfirman: "Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya agar kalian diberi rahmat" (QS. Ali Imran: 132), yang menekankan aspek proaktif dalam ketaatan.

Melaksanakan perintah agama mengandung nilai lebih karena memerlukan usaha dan pengorbanan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga" (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa aktifitas positif dalam Islam selalu mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari ﷲ. Berbeda dengan sekadar menghindari larangan yang bersifat pasif.

Namun, Islam juga sangat tegas dalam hal larangan. Rasulullah ﷺ mengingatkan: "Jauhilah tujuh dosa besar..." (HR. Bukhari). Larangan-larangan dalam Islam bersifat mutlak dan tidak mengenal keringanan, karena dampak destruktifnya yang sangat besar bagi individu dan masyarakat. Ini menunjukkan keseimbangan syariat dalam mengatur kehidupan manusia.

Ketaatan dalam Islam memiliki efek pembersihan bagi jiwa. Rasulullah ﷺ bersabda: "Salat lima waktu menghapus dosa-dosa kecil di antara keduanya" (HR. Muslim). Setiap amal shaleh yang dikerjakan dengan ikhlas akan membersihkan noda-noda dosa dan mengangkat derajat seorang hamba di sisi ﷲ. Inilah keutamaan yang tidak dimiliki oleh sekadar menghindari larangan.

Di sisi lain, meninggalkan larangan juga memiliki keutamaan tersendiri. ﷲ berfirman: "Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar..." (QS. Asy-Syura: 37). Menjauhi maksiat adalah bukti ketakwaan yang sejati, karena seringkali godaan untuk bermaksiat lebih besar daripada dorongan untuk berbuat baik. Ini memerlukan kekuatan iman yang konsisten.

Keseimbangan antara perintah dan larangan ini tercermin dalam kehidupan Rasulullah ﷺ. Beliau tidak hanya mengajarkan untuk menjauhi yang haram, tetapi juga aktif mendorong umatnya melakukan kebaikan. Sabda beliau: "Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya" (HR. Muslim) menunjukkan semangat proaktif dalam Islam.

Dalam praktiknya, melaksanakan perintah seringkali lebih berat daripada meninggalkan larangan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat" (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menjelaskan mengapa pahala ketaatan lebih besar, karena memerlukan usaha ekstra untuk melawan hawa nafsu.

Namun, Islam memberikan keringanan dalam melaksanakan perintah sesuai kemampuan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Kerjakanlah sesuai kemampuan kalian" (HR. Bukhari). Berbeda dengan larangan yang harus dijauhi secara mutlak. Ini menunjukkan kasih sayang Islam yang tidak membebani umatnya di luar batas kemampuan.

Efek maksiat terhadap jiwa sangat destruktif. Rasulullah ﷺ menggambarkan: "Sesungguhnya seorang hamba ketika berbuat dosa, maka tercoretlah noda hitam di hatinya" (HR. Tirmidzi). Dosa yang terus menerus akan mengeraskan hati dan menghalangi seseorang dari hidayah ﷲ. Karena itu, ketaatan harus menjadi benteng pertahanan dari maksiat.

Ketaatan juga memiliki dampak sosial yang luas. Rasulullah ﷺ bersabda: "Perumpamaan orang-orang yang berbuat baik dan yang berbuat jahat seperti sekelompok orang yang berbagi tempat di kapal..." (HR. Bukhari). Seorang muslim yang aktif dalam kebaikan akan menjadi sumber keberkahan bagi lingkungannya, bukan hanya untuk dirinya sendiri.

Menjauhi larangan juga melatih kesabaran dan ketahanan mental. ﷲ berfirman: "Dan orang-orang yang menahan amarahnya..." (QS. Ali Imran: 134). Kemampuan untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang merupakan ciri orang yang bertakwa dan akan mendapatkan balasan khusus dari ﷲ.

Ketaatan yang konsisten akan membentuk kepribadian yang istiqamah. Rasulullah ﷺ bersabda: "Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu meskipun sedikit" (HR. Bukhari dan Muslim). Konsistensi dalam kebaikan lebih baik daripada amal besar yang hanya sesekali dilakukan, karena membentuk karakter yang stabil.

Di akhirat nanti, timbangan amal kebaikan akan lebih menentukan. ﷲ berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya" (QS. Az-Zalzalah: 7). Ini menunjukkan bahwa aktif berbuat baik memiliki nilai lebih dibanding sekadar tidak berbuat jahat.

Keseimbangan ini juga tercermin dalam doa Rasulullah ﷺ: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian, dan kecukupan" (HR. Muslim). Doa ini mencakup permintaan untuk diberi kemampuan melaksanakan perintah dan kekuatan menjauhi larangan secara seimbang.

Dalam kehidupan modern, keseimbangan ini semakin penting. Godaan maksiat semakin beragam, sementara semangat beramal shaleh seringkali melemah. Rasulullah ﷺ telah memperingatkan: "Akan datang suatu zaman di mana orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti memegang bara api" (HR. Tirmidzi). Ini mengisyaratkan pentingnya keteguhan dalam kedua aspek tersebut.

Ketaatan juga menjadi obat dari berbagai penyakit hati. Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidaklah seorang hamba melakukan suatu amal yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah daripada dzikrullah" (HR. Ahmad). Aktifitas positif dalam Islam memiliki efek terapi bagi jiwa yang gelisah.

Menjauhi larangan juga melatih kepekaan spiritual. ﷲ berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban" (QS. Al-Isra': 36). Menjaga diri dari hal-hal yang dilarang akan meningkatkan kualitas keimanan seseorang.

Kesempurnaan Islam terletak pada keseimbangan ini. Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah..." (HR. Bukhari). Kemudahan itu terwujud ketika seorang muslim mampu mengoptimalkan perintah dan meminimalisir pelanggaran secara proporsional.

Sebagai penutup, marilah kita berdoa sebagaimana doa Rasulullah ﷺ: "Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya" (QS. Az-Zumar: 18). Dengan demikian, kita akan menjadi muslim yang seimbang dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan.

Referensi:
Al-Qur’an Al-Karim
Shahih Bukhari & Muslim
Sunan Tirmidzi & Ahmad
Kitab Tazkiyatun Nufus oleh Syekh Ibrahim bin Amir ar-Rahaili
Penjelasan ulama dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah.

 

Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART