Kunci Sukses Tazkiyatun Nafs: Ikuti Petunjuk Salafush Shalih
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Pensucian jiwa (tazkiyatun nafs) adalah tema sentral dalam Islam yang menentukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah ﷻ berfirman dalam Surah Asy-Syams: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10). Ayat ini menjadi landasan utama bahwa kesuksesan sejati bergantung pada kesucian hati dan jiwa.
Tazkiyatun nafs secara bahasa berasal dari kata zakka-yuzakki-tazkiyatan, yang berarti tumbuh, berkembang, dan bertambah. Dalam konteks syariat, ia mencakup pensucian hati dari syirik, maksiat, serta menghiasinya dengan iman, takwa, dan amal shaleh. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sayangnya, banyak metode tazkiyah modern yang menyimpang dari syariat. Sebagian orang mengikuti praktik semedi, yoga, atau pelatihan spiritual berbasis filosofi non-Islam. Padahal, Rasulullah ﷺ telah memperingatkan: “Barangsiapa mengada-adakan hal baru dalam urusan kami (agama) yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari). Tazkiyah yang benar harus berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, bukan rekayasa manusia.
Salafush Shalih adalah teladan dalam tazkiyatun nafs. Mereka senantiasa memurnikan tauhid, memperbanyak istighfar, dan menjauhi riya’. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.” Ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya evaluasi diri (muhasabah) sebagai bagian dari tazkiyah.
Tazkiyatun nafs terbagi dua: yang terpuji (mamduh) dan tercela (mazmum). Yang terpuji adalah pensucian diri dengan taat kepada Allah, seperti dalam firman-Nya: “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkannya atas segala agama, meskipun orang musyrik membenci.” (QS. Ash-Shaf: 9). Sedangkan yang tercela adalah menganggap diri suci tanpa dasar, sebagaimana teguran Allah: “Janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling tahu siapa yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32).
Salah satu praktik tazkiyah yang diajarkan Nabi ﷺ adalah memperbanyak istighfar. Beliau bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari.” (HR. Bukhari). Istighfar membersihkan dosa dan mendatangkan rezeki, sebagaimana janji Allah dalam Surah Nuh: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat dan melimpahkan harta dan anak-anak.” (QS. Nuh: 10-12).
Muhasabah (introspeksi diri) juga kunci tazkiyah. Hasan Al-Basri rahimahullah berkata: “Seorang mukmin adalah penuntut bagi dirinya sendiri. Ia memeriksa apa yang diinginkan Allah darinya.” Dengan muhasabah, seorang hamba bisa mengenal kekurangan dan segera memperbaikinya.
Tazkiyatun nafs juga erat kaitannya dengan jihad melawan hawa nafsu. Rasulullah ﷺ menyebutnya sebagai jihad akbar (perang terbesar). Allah ﷻ berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Jihad ini mencakup melawan kemalasan ibadah, sifat ujub, dan kecintaan pada dunia.
Selain itu, bergaul dengan orang shaleh adalah sarana tazkiyah. Rasulullah ﷺ mengibaratkan teman baik seperti penjual minyak wangi: “Perumpamaan teman yang baik dan buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Yang pertama memberimu wangi atau kamu membeli darinya, sedangkan yang kedua bisa membakar pakaianmu atau memberimu bau tidak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terakhir, tazkiyatun nafs harus diiringi dengan ilmu. Tanpa pemahaman yang benar, seseorang mudah terjebak dalam bid’ah. Syekh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili, penulis kitab Tazkiyatun Nafs, menekankan bahwa pensucian jiwa harus merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan ini, seorang muslim akan meraih ketenangan hati dan perlindungan dari godaan setan.
Dengan tazkiyatun nafs yang benar, seorang muslim akan meraih kebahagiaan sejati dan keselamatan di akhirat. Wallahu a’lam.
Dengan tazkiyatun nafs yang benar, seorang muslim akan meraih kebahagiaan sejati dan keselamatan di akhirat. Wallahu a’lam.
Referensi:
Al-Qur’an Al-Karim
Shahih Bukhari dan Muslim
Tafsir Ibnu Katsir
Kitab Tazkiyatun Nafs oleh Syekh Ibrahim Ar-Ruhaili
Muhasabah An-Nafs oleh Ibnul Qayyim
Posting Komentar