Dari Niat Sampai Penampilan: 5 Bentuk Riya yang Sering Tak Disadari

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Penyakit hati merupakan bahaya laten yang sering kali tidak disadari oleh banyak orang. Berbeda dengan penyakit fisik yang mudah terlihat, penyakit hati seperti riya bersifat tersembunyi namun dampaknya sangat menghancurkan. Rasulullah ﷺ memperingatkan dalam hadits shahih: "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Apa itu syirik kecil?" Beliau menjawab, "Riya." (HR. Ahmad).

Riya secara bahasa berarti pamer atau memperlihatkan. Secara istilah syar'i, riya didefinisikan sebagai melakukan amal ibadah dengan tujuan dilihat dan dipuji manusia, bukan karena Allah semata. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan dalam kitab Madarijus Salikin bahwa riya adalah "menyekutukan Allah dalam hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya, yaitu ikhlas". Penyakit ini sangat halus dan bisa menyusup dalam berbagai bentuk amalan.

Bentuk pertama riya adalah melalui penampilan fisik. Seperti hadits tentang seseorang yang sengaja menunjukkan wajah pucat dan tubuh lemah agar dikira rajin beribadah (HR. Muslim). Bentuk kedua melalui pakaian, misalnya memakai pakaian lusuh secara sengaja agar dianggap zuhud. Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia, Allah akan mengenakan pakaian kehinaan di akhirat." (HR. Abu Dawud).

Bentuk ketiga riya melalui perkataan, seperti memberi nasihat dengan gaya tertentu agar dianggap alim. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan." (QS. Al-Baqarah: 264). Bentuk keempat melalui perbuatan, seperti memperindah shalat ketika dilihat orang. Nabi ﷺ bersabda: "Siapa yang shalat untuk dilihat manusia, dia telah berbuat syirik." (HR. Ibnu Majah).

Bentuk kelima riya melalui pergaulan, seperti sengaja bergaul dengan ulama agar dianggap sebagai ahli ilmu. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman: "Aku paling tidak butuh sekutu. Barangsiapa beramal dengan menyekutukan-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman riya.

Bahaya riya sangat mengerikan. Pertama, bisa menghapus semua pahala amal. Allah berfirman: "Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-An'am: 88). Kedua, pelakunya akan dipermalukan di akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda: "Pada hari kiamat ada orang yang diseret ke neraka, lalu amalnya berkata: 'Aku adalah sedekahmu, tapi engkau melakukannya agar dikatakan dermawan'." (HR. Thabrani).

Ketiga, riya termasuk syirik kecil. Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Apa itu syirik kecil?" Beliau menjawab, "Riya." (HR. Ahmad). Keempat, pelakunya tidak akan mendapatkan pahala. Dalam hadits qudsi: "Pergilah kepada yang engkau berbuat riya di dunia, lihatlah apakah engkau dapat pahala darinya?" (HR. Thabrani).

Untuk mengobati penyakit riya, pertama adalah dengan menyadari bahwa Allah Maha Melihat. Firman Allah: "Dan Allah mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan." (QS. An-Nahl: 19). Kedua, memperbanyak doa mohon perlindungan dari riya. Doa Nabi ﷺ: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku mengetahuinya, dan aku mohon ampun dari apa yang tidak aku ketahui." (HR. Al-Hakim).

Ketiga, menyembunyikan amal shaleh. Rasulullah ﷺ bersabda: "Tujuh orang yang akan dinaungi Allah... (di antaranya) seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya sampai tangan kirinya tidak tahu." (HR. Bukhari). Keempat, mengingat bahaya riya. Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata: "Tidak ada yang lebih sulit bagiku untuk diobati daripada niatku, karena ia begitu mudah berubah."

Kelima, fokus pada kualitas bukan kuantitas amal. Nabi ﷺ bersabda: "Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meskipun sedikit." (HR. Muslim). Keenam, bergaul dengan orang-orang shaleh yang bisa mengingatkan kita. Allah berfirman: "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari." (QS. Al-Kahfi: 28).

Penting untuk dipahami bahwa kita tidak boleh mudah menuduh orang lain berbuat riya. Rasulullah ﷺ bersabda: "Jika ada seseorang yang kamu puji lalu kamu melihat kebaikan padanya, katakanlah: 'Aku kira si fulan begini dan begitu' - karena hanya Allah yang tahu isi hati." (HR. Muslim). Yang perlu kita lakukan adalah introspeksi diri sendiri.

Ibnul Qayyim memberikan nasehat berharga: "Obat riya adalah dengan meyakini bahwa pujian manusia tidak akan memberimu manfaat, dan celaan mereka tidak akan memberimu mudharat." Kita harus ingat firman Allah: "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110).

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa riya memiliki tingkatan. Mulai dari riya yang jelas (seperti shalat dengan niat dilihat orang), sampai riya yang sangat halus (seperti merasa senang ketika diketahui beramal). Semua tingkatannya berbahaya dan harus diwaspadai.

Mari kita tutup dengan doa Nabi ﷺ: "Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang tidak menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi-Mu, yang mendapat ampunan dan rahmat dari-Mu. Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (HR. Tirmidzi). Semoga Allah melindungi kita dari penyakit riya dan menerima semua amal ibadah kita dengan ikhlas.

Referensi:
Al-Qur'an Al-Karim
Shahih Bukhari dan Muslim
Sunan Abu Dawud dan Tirmidzi
Musnad Ahmad
Madarijus Salikin karya Ibnul Qayyim
Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali

 

Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART