Pengagungan Terhadap Ilmu Bagian 2
Pengagungan Ilmu dalam Perspektif Islam
Menuntut ilmu adalah salah satu amal yang paling mulia dalam Islam. Dalam kajian yang dibahas di Masjid Umar bin Khattab, Pasaman Barat, disampaikan pentingnya menuntut ilmu dengan penuh keikhlasan serta bagaimana pengagungan terhadap ilmu akan mempengaruhi keberkahan dan keberlangsungan ilmu itu sendiri di dalam hati seseorang.
Mengawali pembahasan, diingatkan bahwa segala bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, termasuk menuntut ilmu, hendaknya dijalankan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menjalankan ketaatan yang berlandaskan Sunnah adalah nikmat besar yang harus selalu disyukuri. Sebab, banyak orang beribadah namun tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, kehadiran di majelis ilmu yang membahas petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah merupakan anugerah yang patut disyukuri.
Dalam kesempatan tersebut, dibawakan pembahasan dari kitab Khulasah Ta’zhimul ‘Ilmi karya Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Hamad al-Usaimi. Kitab ini adalah ringkasan dari kitab utama beliau, Ta’zhimul ‘Ilmi, yang secara khusus membahas bagaimana seorang Muslim seharusnya memuliakan ilmu.
Salah satu poin utama yang disampaikan adalah bahwa kadar pengagungan seseorang terhadap ilmu akan berbanding lurus dengan kualitas ilmu itu di dalam hatinya. Semakin besar rasa hormat dan takzim seseorang kepada ilmu, maka semakin dalam dan kokoh ilmu itu menghunjam ke dalam dirinya. Sebaliknya, jika hati seseorang tidak mengagungkan ilmu, maka ilmu itu perlahan-lahan akan berkurang bahkan bisa hilang dari dirinya. Jika seseorang kehilangan ilmu, hendaklah dia tidak menyalahkan siapa pun kecuali dirinya sendiri. Hilangnya ilmu adalah akibat dari kelalaian dalam menjaga dan mengagungkan ilmu itu.
Islam memandang ilmu sebagai sarana untuk mengangkat derajat seseorang. Allah Ta’ala berfirman: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11). Oleh karena itu, ilmu menjadi sebab kemuliaan seorang Muslim di dunia maupun di akhirat.
Dalam rangka menghidupkan kembali pengagungan ilmu di kalangan kaum Muslimin, ditekankan bahwa hal pertama yang harus dilakukan oleh setiap penuntut ilmu adalah membersihkan hati. Karena sesungguhnya hati adalah wadah bagi ilmu. Ilmu yang suci tidak akan menetap di dalam hati yang kotor oleh syubhat dan syahwat. Ibarat air yang bersih tidak akan tampak bersih jika dituangkan ke dalam gelas yang kotor. Maka, membersihkan hati dari berbagai penyakit hati seperti riya’, ujub, hasad, dan sebagainya adalah kunci pertama untuk menjaga keberlangsungan ilmu di dalam diri.
Selain membersihkan hati, hal yang tidak kalah penting adalah ikhlas dalam menuntut ilmu. Amal apa pun dalam Islam tidak akan diterima tanpa keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ikhlas menjadi landasan utama diterimanya amal. Para ulama salaf terdahulu bisa mewariskan ilmu hingga sampai ke generasi kita karena keikhlasan mereka dalam menuntut, mengamalkan, dan mengajarkannya.
Lebih jauh dijelaskan bahwa ada empat landasan keikhlasan yang harus ditanamkan dalam hati setiap penuntut ilmu. Pertama, menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri. Kedua, untuk mengangkat kebodohan dari orang lain dengan mengajarkan dan memberi petunjuk kepada mereka. Ketiga, untuk menghidupkan dan menjaga ilmu agar tidak hilang. Dan keempat, untuk mengamalkan ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari.
Juga disampaikan bahwa dalam sejarah, banyak ulama besar yang berasal dari latar belakang keluarga sederhana, bahkan ada yang berasal dari budak, namun mereka bisa mulia dan diangkat derajatnya oleh Allah karena ilmu. Ini menjadi bukti bahwa ilmu merupakan jalan yang paling efektif untuk meraih kemuliaan di sisi Allah.
Dalam proses belajar, keikhlasan adalah perkara yang sangat berat. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, ketika ditanya apakah beliau menuntut ilmu karena Allah, beliau dengan rendah hati menjawab bahwa seringkali beliau menuntut ilmu karena cinta kepada ilmu itu sendiri, meskipun terus berusaha memperbaiki niatnya. Ini menunjukkan bahwa bahkan ulama besar pun sangat menjaga niat mereka.
Sebaliknya, jika seseorang menuntut ilmu dengan niat yang tercemar, maka keberkahan ilmu itu akan sirna. Keikhlasan yang hilang akan menghilangkan keberkahan, bahkan bisa menyebabkan ilmu itu pergi dari diri seseorang. Oleh karena itu, sangat penting bagi penuntut ilmu untuk senantiasa memperbarui dan meluruskan niat.
Diingatkan pula bahwa seringkali satu ilmu atau satu hadits yang diajarkan kepada orang lain bisa diiringi oleh banyak niat dalam hati kita. Maka perlulah senantiasa memperbaharui keikhlasan dalam belajar dan mengajarkan ilmu agar keberkahan ilmu tetap terjaga.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membersihkan hati, mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu, dan menjadikan kita bagian dari hamba-hamba-Nya yang dimuliakan dengan ilmu.
Referensi:
Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11
Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Innamal a’maal bin niyyat…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kitab Khulasah Ta’zhimul ‘Ilmi karya Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Hamad al-Usaimi
Posting Komentar