Mensucikan Jiwa dengan Taufik dan Syukur kepada ﷲ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Setiap ketaatan yang mampu kita lakukan adalah bukti kasih sayang ﷲ. Tidak semua manusia diberi kemudahan untuk taat, sehingga kita harus menyadari bahwa ini adalah anugerah khusus. ﷲ berfirman, "Dan tidaklah kamu berkehendak kecuali jika ﷲ menghendaki." (QS. Al-Insan: 30). Ini menunjukkan bahwa taufik-Nya adalah kunci segala kebaikan.
Setiap ketaatan yang mampu kita lakukan adalah bukti kasih sayang ﷲ. Tidak semua manusia diberi kemudahan untuk taat, sehingga kita harus menyadari bahwa ini adalah anugerah khusus. ﷲ berfirman, "Dan tidaklah kamu berkehendak kecuali jika ﷲ menghendaki." (QS. Al-Insan: 30). Ini menunjukkan bahwa taufik-Nya adalah kunci segala kebaikan.
Tanpa taufik ﷲ, hati akan keras dan enggan beribadah. Lihatlah bagaimana Fir’aun dan kaumnya ditutup hatinya dari kebenaran meski menyaksikan mukjizat. ﷲ berfirman, "Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami." (QS. Al-A’raf: 179). Karenanya, kemampuan kita untuk istiqamah adalah nikmat yang tak ternilai.
Syukur atas taufik harus diwujudkan dalam amal nyata. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa, "Ya ﷲ, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (HR. Abu Daud). Syukur bukan hanya di lisan, tapi dengan meningkatkan ketaatan. Setiap kali kita diberi kemudahan shalat tepat waktu atau tilawah Al-Qur’an, itulah saatnya memuji ﷲ.
Ketaatan yang ringan adalah tanda hati yang hidup. Rasulullah ﷺ bersabda, "Agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan." (HR. Bukhari). Bagi orang yang diberi taufik, menolong orang lain atau menghadiri majelis ilmu terasa nikmat, bukan beban. Ini berbeda dengan mereka yang hatinya diliputi kelalaian.
Taufik ﷲ juga terlihat dalam ketulusan niat. Amal kecil tapi ikhlas lebih mulia di sisi ﷲ daripada amal besar tapi riya’. Rasulullah ﷺ memperingatkan, "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya." (HR. Bukhari-Muslim). Orang yang taufiknya kuat akan selalu memurnikan ibadah hanya untuk ﷲ, bukan untuk pujian manusia.
Menyadari bahwa kita fakir di hadapan ﷲ melahirkan tawadhu’. ﷲ berfirman, "Wahai manusia, kalian semua fakir (butuh) kepada ﷲ, dan Dialah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir: 15). Ulama seperti Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketergantungan kita kepada ﷲ bersifat mutlak, baik dalam gerak maupun diam. Ini seharusnya menghilangkan kesombongan.
Bersyukur atas taufik juga berarti mengakui bahwa semua kebaikan dari ﷲ. Dalam hadits qudsi, ﷲ berfirman, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku." (HR. Bukhari-Muslim). Jika kita yakin bahwa ﷲ akan membalas syukur dengan tambahan nikmat, maka Dia akan benar-benar melakukannya. Sebaliknya, menganggap diri mampu taat tanpa bantuan-Nya adalah bentuk kezaliman.
Orang yang diberi taufik akan mudah meninggalkan maksiat. Nabi ﷺ bersabda, "Jika ﷲ menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia akan memberinya pemahaman agama." (HR. Bukhari). Pemahaman ini membuatnya takut berbuat dosa, karena menyadari pengawasan ﷲ. Inilah yang membedakan hati yang hidup dengan hati yang mati.
Taufik ﷲ harus dijaga dengan mujahadah. ﷲ berfirman, "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, pasti Kami tunjukkan jalan Kami." (QS. Al-Ankabut: 69). Contohnya, memaksa diri untuk tahajud meski ngantuk, atau bersedekah saat sedang sempit. ﷲ tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya.
Salah satu bentuk syukur adalah menyibukkan diri dengan amal utama. Nabi ﷺ mencontohkan membaca Al-Qur’an di waktu sahur, karena saat itu doa mustajab. ﷲ berfirman, "Dan bertasbihlah memuji Tuhanmu sebelum terbit dan sebelum terbenam matahari." (QS. Qaf: 39). Mengisi waktu dengan dzikir dan ilmu lebih baik daripada sia-sia di media sosial.
Taufik juga tampak dalam semangat berdakwah. Nabi ﷺ bersabda, "Sampaikan dariku walau satu ayat." (HR. Bukhari). Orang yang hatinya dipenuhi cahaya ﷲ tidak akan diam melihat kemungkaran. Seperti para ulama yang berani membongkar kesesatan, meski harus menghadapi celaan.
Bersyukur atas taufik berarti tidak menyia-nyiakan kesempatan berbuat baik. Nabi ﷺ mengingatkan, "Bersegeralah beramal sebelum datang fitnah seperti malam yang gelap gulita." (HR. Muslim). Di zaman penuh syubhat ini, kesempatan untuk taat adalah hadiah berharga dari ﷲ.
Tanda lain taufik adalah cinta kepada orang shalih. Nabi ﷺ bersabda, "Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya." (HR. Bukhari). Jika kita senang bergaul dengan ahli ibadah, itu pertanda ﷲ menghendaki kebaikan untuk kita. Sebaliknya, menjauhi mereka adalah tanda petaka.
Taufik ﷲ harus diminta setiap saat. Nabi ﷺ mengajarkan doa, "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu." (HR. Tirmidzi). Hati manusia mudah berubah, maka kita perlu terus memohon keteguhan.
Orang yang diberi taufik akan merasa kecil di hadapan ﷲ. Nabi ﷺ sering menangis dalam sujud, padahal dosanya sudah diampuni. Ini menunjukkan bahwa semakin dekat dengan ﷲ, semakin kita merasa takut dan hina. Sebaliknya, merasa diri suci adalah tanda kebodohan.
Taufik juga berarti diberi kepekaan terhadap dosa-dosa kecil. Nabi ﷺ bersabda, "Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika ia berkumpul pada seseorang, ia akan membinasakannya." (HR. Ahmad). Orang yang hatinya hidup akan segera bertaubat dari kesalahan sekecil apapun.
Bersyukur atas taufik berarti tidak putus asa dari rahmat ﷲ. Nabi ﷺ bersabda, "ﷲ lebih senang menerima taubat hamba-Nya daripada kegembiraan seorang yang menemukan untanya yang hilang." (HR. Bukhari). Sekeras apapun masa lalu kita, selama ada niat taubat, pintu ampunan ﷲ terbuka lebar.
Akhirnya, taufik ﷲ adalah modal terbesar untuk meraih surga. Nabi ﷺ bersabda, "Tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalnya." Para sahabat bertanya, "Termasuk engkau, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Termasuk aku, kecuali jika ﷲ melimpahkan rahmat dan taufik-Nya." (HR. Bukhari). Ini adalah pelajaran berharga tentang betapa kita bergantung pada karunia-Nya.
Referensi:
Al-Qur’an
Hadits Shahih (Bukhari, Muslim, dll.)
Kitab Tazkiyatun Nufus karya Syekh Ibrahim ar-Ruhaili
Wallahu a’lam bish-shawab.
Posting Komentar