Menggapai Kemuliaan dengan Ilmu dan Ketakwaan

 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Manusia diciptakan oleh ﷲ sebagai makhluk yang dimuliakan di atas segala ciptaan-Nya. Dalam Al-Qur’an, ﷲ berfirman, "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam" (QS. Al-Isra: 70). Kemuliaan ini diberikan karena manusia dibekali akal, ilmu, dan kemampuan untuk beribadah kepada-Nya.

Sebelum manusia, ﷲ menciptakan malaikat dari cahaya dan iblis dari api. Namun, manusia tetap dimuliakan, bahkan diperintahkan para malaikat dan iblis untuk sujud kepada Nabi Adam. Hal ini menunjukkan betapa tingginya martabat manusia di hadapan ﷲ (QS. Al-Baqarah: 34).

Sayangnya, iblis menolak perintah ini karena kesombongannya. Ia merasa lebih mulia karena diciptakan dari api, sementara Adam dari tanah. Namun, ﷲ membuktikan bahwa tanah justru lebih mulia karena mampu menumbuhkan kehidupan (Tafsir Ibnu Qayyim). Dari sini, kita belajar bahwa kemuliaan bukan ditentukan oleh asal penciptaan, melainkan oleh ketakwaan.

ﷲ menegaskan dalam Al-Qur’an, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi ﷲ adalah yang paling bertakwa" (QS. Al-Hujurat: 13). Takwa menjadi standar kemuliaan, bukan keturunan, harta, atau jabatan. Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam, dijamin masuk surga karena ketakwaannya, sementara banyak orang terpandang justru terjerumus dalam kesombongan.

Salah satu bentuk kemuliaan yang ﷲ berikan kepada manusia adalah ilmu. Dalam Al-Qur’an, ﷲ berfirman, "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu" (QS. Al-Mujadalah: 11). Ilmu, terutama ilmu agama, menjadi bekal untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tanpa ilmu, manusia bisa terjatuh pada kehinaan. ﷲ menggambarkan orang-orang yang hanya mengejar dunia tanpa ilmu sebagai "mereka yang hanya mengetahui kehidupan dunia, sedangkan terhadap akhirat mereka lalai" (QS. Ar-Rum: 7). Orang seperti ini hidupnya tidak berbeda dengan binatang, bahkan lebih rendah (QS. Al-A’raf: 179).

Selain ilmu, akal juga menjadi pembeda antara manusia dan makhluk lain. Namun, akal hanya bermanfaat jika digunakan untuk memahami wahyu ﷲ. Ulul Albab (orang yang berakal sehat) adalah mereka yang senantiasa merenungkan ayat-ayat ﷲ dan mengambil pelajaran darinya (QS. Ali Imran: 190-191).

Kemuliaan manusia juga terlihat dari diturunkannya Al-Qur’an dan diutusnya Rasulullah ﷺ sebagai petunjuk. Barangsiapa mengikuti keduanya, dia akan mulia. Sebaliknya, yang menolak akan terjatuh pada kehinaan. ﷲ berfirman, "Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya" (QS. At-Tin: 4-5).

Salah satu ujian terbesar adalah ketika seseorang diberi kelapangan rezeki tetapi justru semakin jauh dari ﷲ. Rasulullah ﷺ bersabda, "Jika engkau melihat ﷲ memberikan dunia kepada seorang hamba, sementara dia terus bermaksiat, ketahuilah itu adalah istidraj (penundaan azab)" (HR. Ahmad, sahih).

Oleh karena itu, kemuliaan sejati adalah ketika seseorang mampu menjaga hati (qalbun salim). ﷲ berfirman, "Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang datang kepada ﷲ dengan hati yang selamat" (QS. Asy-Syu’ara: 88-89). Hati yang selamat adalah hati yang bersih dari syirik, bid’ah, dan maksiat.

Rasulullah ﷺ mengajarkan doa, "Ya ﷲ, aku memohon kepada-Mu hati yang selamat" (HR. Ahmad). Doa ini penting karena hati yang baik akan membawa kebaikan seluruh amal. Sebaliknya, hati yang rusak akan merusak segala perbuatan.

Kemuliaan dunia hanyalah sementara. ﷲ berfirman, "Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan kesenangan sementara" (QS. Al-Hadid: 20). Orang yang bijak adalah yang memanfaatkan dunia untuk bekal akhirat.

Rasulullah ﷺ mengingatkan, "ﷲ memberikan dunia kepada yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai, tetapi Dia tidak memberikan iman kecuali kepada yang Dia cintai" (HR. Al-Bukhari). Ini menunjukkan bahwa kekayaan bukan tanda kemuliaan, melainkan ujian.

Oleh karena itu, marilah kita memperbanyak istighfar dan memohon ketakwaan. ﷲ berfirman, "Dan bertaubatlah kamu semua kepada ﷲ, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung" (QS. An-Nur: 31).

Kesimpulannya, kemuliaan sejati adalah dengan ilmu dan takwa. Ilmu yang membimbing kita kepada kebenaran, dan takwa yang menjaga kita dari kemaksiatan. Semoga ﷲ menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang mulia di dunia dan akhirat.

Referensi:
Al-Qur’an Al-Karim
Shahih Al-Bukhari dan Muslim
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir As-Sa’di
Shahih Al-Jami’ (Al-Albani)
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART
Techy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ARTTechy Pranav PKD ART