Mengapa Hidup Kita Kehilangan Barokah?
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan rahmat dan taufik-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperdalam agama ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.
Setiap manusia mendambakan hidup yang bahagia dan cukup. Namun, sering kali banyaknya harta tidak menjamin ketenangan. Sebaliknya, ada orang yang hidup sederhana tetapi penuh keberkahan. Itulah yang disebut dengan barakah—kebaikan yang menetap dan terus bertambah dari Allah.
Secara bahasa, barakah berarti banyak dan tetap. Namun dalam makna syar‘i, keberkahan adalah ketika sesuatu yang sedikit menjadi mencukupi dan membawa kebaikan dunia akhirat. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada para sahabat untuk selalu memohon keberkahan, bukan sekadar kelimpahan. Beliau bersabda, “Barang siapa yang diberi rezeki oleh Allah, maka hendaklah ia memohon keberkahan di dalamnya.” (HR. Ahmad no. 23909)
Salah satu contoh doa penuh makna adalah ketika Rasulullah ﷺ menghadiri pernikahan. Beliau tidak mengucapkan doa jahiliyah “semoga bahagia dan banyak anak”, melainkan mengajarkan doa, “Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama‘a bainakuma fi khair” — “Semoga Allah memberkahimu, melimpahkan keberkahan atasmu, dan mengumpulkan kalian dalam kebaikan.” (HR. Abu Dawud no. 2130). Doa ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati bukan sekadar lahiriah, tapi keberkahan dari Allah.
Para nabi terdahulu juga senantiasa memohon keberkahan dalam hidupnya. Nabi Nuh ‘alaihis salam ketika berlabuh setelah banjir besar berkata, “Turunlah dengan selamat dan penuh berkah dari Kami atasmu dan atas umat yang bersamamu.” (Surah Hud: 48). Begitu juga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang diberkahi keturunannya hingga melahirkan para nabi setelahnya. Sedangkan Nabi Isa ‘alaihis salam berkata, “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada.” (Surah Maryam: 31).
Keberkahan bukan hanya pada harta dan keluarga, tapi juga pada waktu. Banyak ulama salaf yang hidupnya penuh keberkahan waktu. Imam Syafi‘i mampu khatam Al-Qur’an dua kali sehari di bulan Ramadan. Imam Ahmad shalat sunnah hingga tiga ratus rakaat per hari. Bahkan Ibnu Taimiyyah mampu menulis kitab besar hanya dalam beberapa jam. Semua itu tidak mungkin tanpa keberkahan waktu yang diberikan oleh Allah.
Rasulullah ﷺ juga menanamkan makna barakah kepada sahabatnya. Ketika Anas bin Malik melayani beliau selama sepuluh tahun, Rasulullah ﷺ mendoakan, “Ya Allah, berkahilah hartanya, keturunannya, dan panjangkan umurnya.” (HR. Bukhari no. 1982). Doa ini terkabul. Anas hidup panjang umur, kebunnya berbuah dua kali setahun, dan keturunannya sangat banyak.
Kisah lain datang dari Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Ketika anak mereka wafat, mereka bersabar dan tidak mengeluh. Rasulullah ﷺ pun mendoakan, “Semoga Allah memberkahi hubungan kalian.” Dari doa itu lahir seorang anak bernama Abdullah, dan semua keturunannya menjadi penghafal Al-Qur’an. Itulah hasil keberkahan dari kesabaran dan ketakwaan.
Zubair bin Awwam juga contoh lain dari hidup yang diberkahi. Ia wafat dalam keadaan memiliki banyak utang. Namun, berkat kejujuran dan keberkahan dari Allah, hartanya cukup untuk melunasi semua utang dan bahkan meninggalkan warisan yang besar. Allah memberkahi mujahid yang ikhlas dalam hidup dan wafatnya.
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu juga termasuk sahabat yang penuh keberkahan. Saat hijrah ke Madinah, ia tidak membawa apa pun. Namun, setelah bekerja keras dan didoakan Rasulullah ﷺ, usahanya tumbuh pesat. Meski kaya raya, ia tetap rendah hati dan banyak bersedekah. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik harta yang dimiliki seorang hamba adalah harta yang berada di tangan orang saleh.” (HR. Ahmad no. 17095)
Di zaman modern ini, kita sering merasa hidup tanpa keberkahan. Waktu terasa sempit, rezeki cepat habis, dan hati sering gelisah meski segalanya tampak cukup. Padahal, keberkahan tidak terletak pada jumlah, melainkan pada kebaikan yang ditanamkan Allah dalamnya. Bisa jadi seseorang dengan gaji kecil hidup lebih tenang daripada yang bergaji besar namun hatinya kosong.
Cara untuk meraih keberkahan hidup adalah dengan bertakwa, bersyukur, menjauhi dosa, dan memperbanyak doa. Allah berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (Surah Al-A’raf: 96). Ayat ini menjadi kunci utama bahwa keberkahan hanya datang melalui iman dan ketakwaan.
Hidup yang diberkahi adalah hidup yang penuh manfaat. Waktu yang singkat menjadi bermakna, harta yang sedikit menjadi cukup, keluarga menjadi sumber ketenangan, dan akhir hidup ditutup dengan husnul khatimah. Inilah yang seharusnya kita kejar, bukan sekadar banyaknya dunia, tetapi berkah dari Allah yang menenangkan jiwa.
.png)
Posting Komentar