Kelembutan yang Dicintai oleh Allah
Setiap manusia pasti pernah menghadapi situasi yang membuat emosi. Namun, Islam mengajarkan bahwa di balik setiap ujian, ada kesempatan untuk menunjukkan akhlak mulia. Salah satu akhlak terbesar yang dicintai oleh Allah adalah kelembutan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan dalam segala urusan.” (HR. Bukhari no. 6927 dan Muslim no. 2165). Hadis ini menjadi dasar bahwa dalam setiap hal — baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun dakwah — sikap lembut adalah pilihan terbaik.
Kelembutan bukan berarti lemah, tetapi kekuatan yang terkontrol. Orang yang lembut mampu menahan amarah ketika mampu membalas, dan tetap bijak saat disakiti. Sebaliknya, kekerasan justru menimbulkan kerusakan dalam hati dan hubungan antar manusia.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Āli ‘Imrān: 159). Ayat ini menunjukkan bahwa bahkan dakwah Nabi ﷺ tidak akan berhasil tanpa kelembutan.
Dalam kehidupan rumah tangga, kelembutan sangat penting. Banyak orang menyesal setelah berbicara dengan nada keras kepada pasangan atau anak. Padahal, satu kata lembut mampu menenangkan suasana yang tegang. Nabi ﷺ menasihati, “Tidaklah kelembutan ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya buruk.” (HR. Muslim no. 2594).
Kelembutan juga menjadi kunci dalam mendidik anak. Banyak orang tua salah kaprah dengan mengira bahwa keras berarti tegas. Padahal, tegas tidak harus kasar. Nabi ﷺ menggunakan kelembutan dalam mengajari para sahabat dan anak-anak agar mereka tumbuh dengan cinta, bukan ketakutan.
Salah satu kisah yang indah adalah saat seorang Arab Badui kencing di dalam Masjid Nabawi. Para sahabat marah dan ingin memukulnya, namun Rasulullah ﷺ melarang mereka. Beliau berkata, “Biarkan dia, lalu siramkan air di tempat kencingnya.” (HR. Bukhari no. 6128 dan Muslim no. 285). Setelah itu, Nabi ﷺ menasihatinya dengan lembut tentang kesucian masjid.
Kelembutan Nabi ﷺ membuat si Badui itu kagum hingga berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad saja.” Namun Rasul ﷺ menjawab, “Engkau telah membatasi rahmat yang luas.” Ini menunjukkan betapa beliau ﷺ ingin mengajarkan kasih sayang tanpa batas kepada semua manusia.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa kadang mengabaikan kesalahan kecil bisa mencegah kerusakan besar. Nabi ﷺ memilih untuk menahan diri agar tidak menimbulkan kekacauan yang lebih besar. Inilah prinsip fikih yang diajarkan ulama: menolak mudarat besar dengan menanggung mudarat kecil.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله menjelaskan bahwa hadis tentang kelembutan mencakup seluruh urusan. Lembut terhadap istri, anak, tetangga, bahkan terhadap diri sendiri. Orang yang lembut akan hidup tenang karena ia memandang segala sesuatu dengan hati yang lapang.
Sebaliknya, orang yang keras mudah menyesal. Ia sering kehilangan kendali, melukai dengan kata-kata, dan akhirnya merasa bersalah. Kelembutan tidak hanya menenangkan orang lain, tapi juga menyembuhkan diri sendiri dari luka batin yang tersembunyi.
Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik dalam hal ini. Beliau bisa marah bila syariat Allah dilanggar, namun tidak pernah marah karena urusan pribadi. Saat disakiti, beliau memaafkan. Saat dihina, beliau mendoakan. Itulah wujud nyata kelembutan sejati.
Kelembutan juga dapat menghapus dosa, sebagaimana air menghapus najis. Amal saleh yang dilakukan dengan hati lembut menjadi penyuci jiwa dari dosa dan kekasaran hati. Setiap kali seseorang menahan amarah demi Allah, maka pahala besar menantinya.
Hidup ini akan jauh lebih damai bila kita meniru akhlak Nabi ﷺ. Lembut bukan berarti kalah, tetapi cara terhormat untuk menang — menang atas hawa nafsu, emosi, dan amarah yang membakar.
Maka, mulailah dari hal kecil: berbicara lembut pada keluarga, bersikap sabar pada orang lain, dan menahan diri ketika tersinggung. Karena setiap kali kita memilih kelembutan, sesungguhnya kita sedang meneladani Rasulullah ﷺ dan meraih cinta Allah.
.png)
Posting Komentar