Jamak dan Qashar: Banyak yang Keliru Memahaminya! Ini Penjelasan Ringkasnya!
Pertanyaan:
Apa perbedaan antara jamak dan qashar ?
Jawaban:
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, wa ba'du:
Beberapa perbedaan antara jamak dan qashar banyak sekali, di antaranya adalah:
Pertama: Definisi
Qashar artinya: menjadikan shalat yang empat raka’at menjadi dua rakaat dalam perjalanan.
Adapun jamak adalah orang yang shalat menggabungkan antara dua shalat dzuhur dan ashar, atau antara maghrib dan isya, dalam waktu pertamanya dari keduanya, dan dinamakan “jamak taqdim” atau di waktu yang kedua dan dinamakan “jamak ta’khir”.
Kedua: Hukum Syar’i
Para ulama telah bersepakat bahwa qashar shalat lebih utama bagi seorang musafir dari pada menyempurnakannya; karena Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengqashar pada semua safar beliau, dan riwayatnya tidak shahih bahwa beliau menyempurnakan shalat dalam safarnya.
Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhuma- berkata:
صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، فَكَانَ لاَ يَزِيدُ فِى السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رضى الله عنهم
رواه البخاري 1102
“Saya telah menemani Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bahwa beliau tidak menambah lebih dari dua rakaat dalam safarnya, dan Abu Bakar, Umar dan Utsman juga demikian -radhiyallahu ‘anhum-“. (HR. Bukhori: 1102)
Bahkan madzhab hanafiyah telah berpendapat akan wajibnya menqashar shalat dalam safar, dan yang benar adalah pendapatnya jumruh: bahwa mengqashar shalat adalah sunnah muakkadah (sunnah yang dikuatkan) dan lebih utama dari pada menyempurnakan shalat.
Lihat: Al Ijma’ karya Ibnul Mundzir: 27, Al Mughni: 1/382, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 27/274.
Adapun menggabungkan antara dua shalat, para ulama tidak menyatakan ijma’ akan bolehnya menjamaknya kecuali bagi jama’ah haji pada saat berada di Arafah dan Musdalifah, dan sebagian ulama mengingkari bolehnya menggabungkan pada selain dua kondisi tersebut.
Dan yang benar adalah apa yang menjadi pendapat jumhur ulama akan bolehnya menjamak jika ada udzur, karena hal itu ada riwayatnya dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada selain Arafah dan Muzdalifah.
Ketiga: Sebab-sebab Yang Membolehkan Untuk Menjamak dan Mengqashar.
Sebab-sebab yang membolehkan manjamak antar kedua shalat lebih luas dari pada sebab-sebab qashar, menjamak shalat dibolehkan bagi setiap musafir, dan bagi yang mukim jika ia mendapatkan kesulitan untuk melaksanakan setiap shalat pada waktunya, seperti; sakit, atau karena hujan, atau sibuk dengan pekerjaan yang tidak bisa ditunda, sepert; pelajar yang sedang ujian, dokter yang sedang melaksanakan operasi dan yang lain sebagainya.
Adapun qashar shalat maka tidak boleh kecuali pada saat safar.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah berkata -sebagaimana di dalam Majmu’ Fatawa (22/293):
“Dan qashar sebabnya adalah hanya safar, tidak boleh karena selain safar, dan adapun menjamak sebabnya adalah karena ada kebutuhan dan udzur, jika seseorang membutuhkan untuk menjamak dalam safar pendek dan panjang, dan demikian juga menjamak karena hujan dan semacamnya, dan karena sakit dan semacamnya, dan karena sebab-sebab lain juga, maka tujuan dari pada itu adalah mengangkat kesulitan dari umat”. Selesai.
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata di dalam Al Liqa As Syahri (11/60):
“Menjamak lebih luas dari pada mengqashar”. Selesai. Maksudnya adalah sebab-sebabnya lebih banyak.
Wallahu A’lam
Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam
Posting Komentar